Rabu, 18 Maret 2009
Penyebab Lumpur Lapindo: Gempa!
PENELITI : ACHMAD ABDILAH SISWA SMPN 1 PRAMBON
JEDONG CANGKRING – Sejumlah ahli menyimpulkan letusan lumpur Lapindo bukan karena human error. Juga tidak pada prosedur eksplorasi tak layak. Penyebabnya, begitu due dilligence dua penelitian, karena faktor alam: gempa!
Teori Richard Davies, geolog asal Universitas Durham, Inggris, tentang lumpur Lapindo, terbantahkan. Davies sebelumnya berpendapat lumpur disebabkan prosedut kegiatan eksplorasi yang tak layak. Dia menilai pengeboran gas Banjar Panji-1 tak memenuhi syarat kelayakan.
Banyak pihak yang menjadikan penelitian Davies sebagai pijakan berpikir dan bertindak. Lapindo nyaris tersudut. Padahal, letusan lumpur, menurut penelitian sebagian besar ilmuwan dari berbagai negara, disebabkan gempa bumi yang pernah melanda Yogyakarta dan sekitarnya.
Kesimpulan penelitian itu terungkap dalam dua laporan terbaru yang dipaparkan dalam acara komunitas ilmuwan geolog di Cape Town, Afrika Selatan. Mereka menyimpulkan bahwa bencana letusan lumpur Sidoarjo bukan dipicu kegiatan pengeboran.
Laporan pertama dibuat berdasarkan studi due dilligence mengenai proses pengeboran. Pada laporan bertajuk Pengamatan pada Perencanaan Peristiwa Banjar Panji-1 dan Alasan Program Pengeboran, terungkap banyak hal. Antara lain soal perencanaan yang selayaknya operasi pengeboran demi menjaga prosedur industri. Perencanaan juga dilakukan dengan standar tinggi dengan menjaga keselamatan kru.
“Gempa dan gempa-gempa susulan di Yogyakarta serta dampak yang ditimbulkannya merupakan kunci penyebab kejadian,” demikian penggalan dalam laporan tersebut.
Laporan ini ditulis dua orang insinyur petroleum terkemuka. Mereka adalah Maurice Dusseault PhD dari Universitas Waterloo, Kanada dan Baldeo Singh, insinyur S3 dari Massachusetts Institute of Technology, AS.
Bencana letusan lumpur Sidoarjo berawal pada tanggal 29 Mei 2006. Peristiwa itu terjadi setelah gempa bumi yang berkekuatan 6,3 skala richter menyerang Yogyakarta dan sekitarnya. Lumpur panas mulai meletus dari retakan panjang pada jarak 200 km dari pusat terjadinya gempa.
Sejak itu, 150.000 m3 lumpur terus keluar tiap hari, menggenangi desa-desa sekitar dan menyebabkan kerusakan pada infrastruktur lokal. Menurut para ahli, aliran lumpur sepertinya dapat berkelanjutan hingga waktu lama.
Laporan kedua due diligence disodorkan Ralph Adams, insinyur asal Kanada yang sudah berpengalaman 29 tahun dalam pengeboran minyak dan gas di Indonesia. Adams menulis laporan Banjar Panji-1 Well Control Incident Report.
“Program pengeboran dan perubahan rangka sumur pengeboran bukan menjadi penyebab letusan. (Semburan) dibuka oleh gempa besar kurang dari 24 jam sebelum kena sumur,” tulisnya.
Dua hasil penelitian ini memperkuat kajian tim geologi Norwegia, Prancis, dan Rusia yang menyimpulkan gempa bumi Yogyakarta sebagai penyebab terjadinya letusan lumpur Sidoardjo. Tim yang dipimpin volkanolog lumpur, Dr. Adriano Mazzini dari University of Oslo, telah melaporkan hal ini di Earth and Planetary Science Letters pada 12 Juli 2007.
“Ini menunjukkan bahwa gempa bumi tersebut mendistribusikan tekanan berulang-ulang di beberapa bagian pada pulau Jawa,” tulis Dr. Mazzini dalam laporannya. Di beberapa tempat yang dapat memperparah pecahan pada kesalahan terdahulu, menyebabkan tekanan hawa menjadi lembab. Sehingga menyerap dan menghasilkan letusan melalui banyak proses di bawah permukaan tanah.
Semula, pendapat Davies sempat menghasilkan perhatian besar dari media. Beberepa LSM menggunakannya untuk menyerang perusahaan eksplorasi joint-venture Indonesia-Australia, Lapindo Brantas Inc. Lapindo berhasil membela diri di pengadilan saat di tuntut oleh sebuah LSM lokal. Sebab LSM tersebut gagal memberikan bukti-bukti yang menunjukan kesalahan Lapindo.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar